PADA 16 Mei 2023 Uni Eropa (UE) secara resmi mengadopsi aturan baru yang akan membantu blok perdagangan mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global. Menurut situs resmi Parlemen Uni Eropa sebagaimana dimuat dalam berita Dewan Eropa pada Jumat (19 Mei 2023) disebutkan bahwa “peraturan baru tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa konsumsi dan perdagangan produk-produk tersebut oleh UE tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan atau penggundulan hutan".
Definisi deforestasi dalam undang-undang deforestasi UE sejalan dengan definisi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), yaitu konversi hutan untuk penggunaan pertanian, baik yang disebabkan oleh manusia atau tidak. Degradasi hutan didefinisikan sebagai perubahan struktural tutupan hutan berupa konversi hutan primer menjadi hutan tanaman dan hutan tanaman atau lahan berhutan lainnya.
Sedangkan degradasi hutan diartikan sebagai perubahan struktur tutupan hutan, berupa perubahan perkebunan pada hutan primer menjadi hutan buatan yang sengaja ditanami sesuatu, atau hutan dengan pepohonan untuk produksi kayu yang dikelola oleh manusia.
Konflik kebijakan UE dengan aturan multilateral
Peraturan EUDR jelas tidak sejalan dengan prinsip dan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal tersebut juga bertentangan dengan semangat kerjasama antar negara dunia untuk mengatasi isu perubahan iklim baik dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (SDGs), Paris Agreement maupun COP.
Kebijakan due diligence UE tidak seimbang dan tidak berdasarkan komitmen yang telah disepakati secara global (khususnya Paris Agreement on Climate Change). Kita telah melihat bahwa kebijakan ini cenderung bersifat restriktif dan berpotensi tidak sejalan dengan aturan perdagangan internasional.
Di tengah memanasnya konflik deforestasi, Indonesia dan Uni Eropa baru saja memasuki putaran ke-14 perundingan perjanjian perdagangan atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA). Sepanjang tahun 2022, total perdagangan Indonesia-Uni Eropa tercatat sebesar US$33,2 miliar.
Bagaimana sikap kita terhadap hukum UE? Jujur saja, melawan hukum hanya akan membuat pemerintah Indonesia kehilangan kesempatan untuk memperbaiki pengelolaan dan kelestarian hutan, yang saat ini mendapat perhatian positif dari para mitranya termasuk Uni Eropa.
Risiko menolak hukum
Pertama, mari kita lihat dari sudut pandang tantangan. Delapan komoditas pertanian dan turunannya, yaitu minyak sawit, daging sapi, kakao, kopi, kedelai, kayu, karet, arang, dan kertas cetak, hanya akan diizinkan masuk ke pasar UE jika pemasok produk berhasil mengeluarkan ”pernyataan uji tuntas” .
Pernyataan tersebut menegaskan asal produk, yang tidak boleh berasal dari lahan yang dibuka dari hutan. Pemasok atau importir juga harus memverifikasi bahwa produk mematuhi undang-undang yang relevan di negara asal, termasuk menghormati hak asasi manusia, dan melindungi hak masyarakat adat yang terkena dampak produksi barang, jika ada.
Beberapa peluang
Keuntungan apa yang mungkin dapat kita ambil dengan undang-undang yang baru? Indonesia dapat melibatkan Uni Eropa dalam negosiasi yang konstruktif terkait pemanfaatan program Kemitraan Hutan yang telah dibentuk oleh tim Komisi Uni Eropa.
Program Kemitraan Hutan didirikan untuk membantu negara-negara mitra memperkuat tata kelola hutan mereka dan menciptakan peluang sosial-ekonomi bagi masyarakat melalui rantai nilai yang berkelanjutan. Komisi UE telah menjanjikan 1 miliar Euro (US$1,1 miliar) untuk memfasilitasi perlindungan, restorasi, dan pengelolaan hutan berkelanjutan di negara-negara mitra.
Sisi positifnya, program kerjasama ini akan dirancang sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara mitra Eropa. Keterlibatan yang aktif dan konstruktif dengan UE sangat penting, terutama selama masa transisi sebelum hukum ditegakkan sepenuhnya.
Komisi UE akan menggunakan sistem pembandingan yang menentukan klasifikasi negara, dalam kategori risiko rendah, risiko standar, atau risiko tinggi. Kategorisasi ini diperoleh berdasarkan penilaian yang obyektif dan transparan. Produk dari negara berisiko rendah akan melalui prosedur uji tuntas yang disederhanakan.
Ada jalan keluar
Undang-undang penggundulan hutan UE juga akan memberlakukan ketertelusuran wajib atas suatu barang menggunakan teknologi identifikasi geolokasi, yang akan mengungkap lokasi tempat produk itu ditanam.
Hal ini dapat dinegosiasikan dengan UE dalam program kemitraan, dengan mendiskusikan cara terbaik untuk membantu petani kecil menggunakan telepon pintar dan menyediakan geotag, atau informasi pemosisian data, di pertanian mereka. Program ini dapat membantu petani kecil di Indonesia menjadi lebih kuat secara organisasi, selain membangun kemitraan sekaligus meningkatkan keterampilan mereka.
Pemberdayaan dapat diperoleh melalui pelatihan-pelatihan yang tentunya mereka butuhkan. Misalnya pelatihan dalam mengelola data agar dapat ditelusuri sumbernya. Namun, akan ada sejumlah besar data yang harus dikumpulkan untuk melewati proses due diligence.
Teknologi Blockchain
Seperti diketahui, teknologi dan ketertelusuran blockchain sudah mulai digunakan di Indonesia dengan beberapa perusahaan kopi dan koperasi. Namun, tidak banyak pengusaha dan pembuat keputusan Indonesia yang memahami teknologi dan ketertelusuran blockchain.
“Dengan penerapan blockchain, diharapkan akan mendapatkan kepercayaan konsumen dari seluruh lapisan masyarakat dan petani yang menanam kopi,” ujar Suryono B. Tani, pendiri Koperasi Tani Korintji Alam (ALKO), menyatakan pihaknya selalu menjaga kualitas kacang yang dia hasilkan bersama para petani. Pernyataan ini disampaikan saat saya diwawancarai secara virtual, Selasa (23 Mei 2023).
Ketertelusuran ini dapat meningkatkan pendidikan bagi petani, memberikan kualitas pada kopi dan menjaga keaslian tanaman kopi. Sehingga harapannya dengan ketertelusuran ini para penikmat kopi dan petani sama-sama mendapatkan keuntungan langsung dari harga kopi. Harapan selanjutnya adalah dengan harga yang lebih baik para petani sendiri akan lebih siap menjaga alam.
Siapkah Indonesia?
Terlepas siap atau tidak siap, produk kopi Indonesia perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya karena pasar UE memiliki persyaratan standar yang tinggi. Standar yang berlaku di UE juga menyesuaikan persepsi konsumen, antara lain produk ramah lingkungan, produk pertanian organik, dan perdagangan produk mengikuti sistem perdagangan yang adil.
Semoga teknologi blockchain dapat mengurangi kekhawatiran tentang hambatan ekspor yang diberlakukan oleh negara lain, termasuk UE. Sebelum mengekspor kopi kami ke luar negeri, kami dapat memeriksa kualitas dan keasliannya menggunakan teknologi blockchain, sebagai lawan dari "uji tuntas" yang dilakukan oleh negara-negara tersebut.
Dengan demikian, harga kopi untuk ekspor tidak hanya bersaing, tetapi juga kualitas produk yang baik, karena keasliannya sudah terverifikasi.
Sumber: https://traveltext.id/2023/05/25/response-to-the-european-unions-policy-towards-free-deforestation/
Penulis: Bagas Hapsoro , pegiat diplomasi kopi. Duta Besar RI untuk Swedia (2016-2020), Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN (2009-2012), Duta Besar RI untuk Lebanon (2007-2009).
Penyunting: Jefri Afriadi